Dapat pesan begini beberapa waktu lalu. Saat ngobrol dgn saudara yang punya perusahaan Logistik, Ekspedisi, dan Moving (Pindah Rumah dsb), baru saya sadar.
Assalamualaikum Pak Agus,
coba angkat kembali masalah pelarangan Rumah yang digunakan sebagai tempat usaha sama Ahok. rata-rata yang menggunakan rumah sebagai tempat usaha adalah pengusaha UKM. Kalo dilarang mereka tidak bakal memperoleh surat domisili perusahaan yang dikeluarkan Kelurahan/Kecamatan.. Artinya untuk pengajuan kredit pengembangan usaha nga bakal bisa, kecual mereka pindah ke Zona yg ditetapkan sebagai Zona/Daerah Usaha.. Zona/Daerah Usaha tersebut mayoritas berada didaerah yg bukan milik Pribumi/muslim.
Kebijakan yang terlalu ketat seperti melarang bisnis di rumah itu sama dgn mematikan UKM. Melarang rakyat berusaha.
Niatnya mungkin bagus biar teratur. Kalau mau usaha, ya di tempat usaha dong. Cuma tak semua rakyat mampu menyewa tempat. Sebagai contoh di mal untuk kios kurang dari 4 m2 saja sudah Rp 5 juta/bulan. Nah buat perusahaan Ekspedisi atau pindah rumah yang perlu minimal 500 m2 buat parkir truk dan penyimpanan perabot rumah itu perlu berapa ratus juta per bulan untuk sewa tempat? Taruh untuk per m2 perlu Rp 250.000/bulan. Jadi kalau 500 m2 harus keluar uang Rp 125 juta/bulan atau Rp 1,8 milyar per tahun cuma untuk sewa tempat. Padahal saudara saya ini mempekerjakan 10 orang.
Karena tidak bisa memperpanjang SIUP dgn alasan kantornya ada di daerah perumahan, sementara menyewa tempat Rp 1,8 milyar jelas tak bisa, maka saudara saya beserta 10 karyawannya ini bisa menganggur. Dan bisa jadi ada ratusan ribu / jutaan UKM beserta karyawannya yang bakal menganggur di Jakarta gara2 kebijakan yang ketat bahwa tidak boleh berusaha di perumahan. Soeharto saja tidak seketat ini kebijakannya. Masih ada kebijakan dan akal sehat.
Filed under: Ekonomi |
Tinggalkan Balasan