Sebagaimana amal lainnya, dakwah pun harus pakai ilmu agar tidak ditolak Allah. Sebab jika tidak pakai ilmu, bukannya kebaikan yang didapat, malah kerusakan. Dakwah itu artinya “Memanggil”. Membuat orang lebih dekat. Dari kafir menjadi Islam. Atau minimal dari tidak tahu, menjadi tahu tentang Islam. Bukan justru menjauhkan orang dari Islam.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Israa’ 17: 36].
Syeikh Ahmad Ibnu Ruslan Asy Syafi’iy (770H – 844H ) mengatakan di dalam Kitab “Matan Zubad Fi Ilmil Fiqhi Alaa Madzhab Asy Syafi’i”:
“Dan setiap yang beramal tanpa ilmu – Amalan-amalannya tertolak tidak diterima.”
Nabi membuat orang-orang yang kafir menjadi Islam dengan dakwahnya. Sedang sebagian orang awam yang “berdakwah” tanpa ilmu, akhirnya justru mengkafirkan orang2 Islam karena kejahilannya. Bahkan ulama pun mereka anggap sesat atau kafir karena kebodohan mereka.
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Jadi mentang-mentang ada hadits “Balligh ‘anni wa law aayah”, Sampaikan dariku meski satu ayat, ilmu tentang dakwah juga harus kita pelajari dulu agar dakwah kita menghasilkan kebaikan. Amal Saleh. Bukan malah kerusakan atau Fasad. Bukannya orang kafir jadi masuk Islam, bisa-bisa malah kita mengkafirkan / menyesatkan orang yang sudah Islam. Bukannya dakwah malah fitnah. Jadi berantem.
Dari Ibn Umar ra disebutkan “Majelis ilmu lebih baik dari ibadah 60 tahun lamanya.” Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sedikit paham ilmu fiqih lebih baik dari banyak ibadah” (HR at-Thobroony)
Imam ‘Abdullah al-Haddad, Menyebut di dalam kitabnya Risaalah al-Mu`aawanah:
واعلم أن من عبد الله بغير علم كان الضرر العائد عليه بسبب عبادته أكثر من النفع الحاصل له بها. وكم من عابد قد أتعب نفسه في العبادة و هو مع ذلك مصر على معصية يرى انها طاعة او انها غير معصية
Dan ketahuilah bahwasanya seseorang yang beribadat kepada Allah tanpa ilmu, maka kemudharatan yang kembali kepadanya sebab ibadatnya itu lebih banyak daripada manfaat yang terhasil baginya. Berapa ramai ahli ibadat yang memenatkan dirinya dalam ibadat sedangkan dia sebenarnya atas maksiat padahal dia beranggapan apa yang dilakukannya adalah ketaatan atau bukannya maksiat…..”
Sebagian Ahli Hikmah berkata :
العلم بغير عمل ذنب كبير- والعمل بغير علم ضلال شديد
والعمل مع العلم نور على نور – فطوبى للذي على هذين
Ilmu tanpa amal, dosa besar, manakala ‘amal tanpa ilmu, kesesatan yang amat sangat.
Dan ‘amal yang disertai ilmu itu adalah cahaya diatas cahaya. Maka beruntunglah bagi mereka yang memadukan keduanya (ilmu dan ‘amal)”
Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu lalu mereka pun sesat serta menyesatkan. (Shahih Muslim No.4828)
Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (Mutafaq’alaih)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2013/05/27/menghormati-dan-mengikuti-ulama-pewaris-nabi/
Fir’aun itu adalah manusia yang paling kafir dan paling zalim. Fir’aun mengaku Tuhan dan membunuh bayi-bayi yang tak berdosa. Meski demikian, Nabi Musa tetap harus berdakwah dengan lembut terhadap Fir’aun.
Firman Allah:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaahaa 43-44]
Kaidah Fiqih: “Menghindari kerusakan lebih utama daripada mencari kebaikan.” harus kita pahami terlebih dahulu agar kita termasuk orang2 yang beramal saleh. Membuat perbaikan. Bukan kerusakan:
“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” [Al Baqoroh 11-12]
Nabi melakukan dakwah dengan cara yang baik dan bijak.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa : 107)
Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan bagi umat manusia. Dalam berdakwah, Rasul SAW senantiasa mengajak umatnya dengan cara yang lembut, sopan, bijaksana, kasih sayang, dan penuh keteladan.
Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti mereka dengan berbagai ancaman. Dalam Alquran, Allah SWT memberikan tuntunan berdakwah dengan tiga cara, yakni bil hikmah, mau’izhotil hasanah wa jaadilhum billati hiya ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125).
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/11/30/cara-nabi-berdakwah-islam/
Jadi kita tidak bisa mengklaim menghidupkan sunnah jika tidak mencontoh akhlak Nabi dalam berdakwah. Kita harus mempelajari sejarah hidup Nabi dan cara hidup Nabi dalam berdakwah sehingga dakwahnya pun sesuai dengan cara yang dilakukan Nabi. Bukan asal-asalan tanpa ilmu.
Filed under: Dakwah, Uncategorized |
Tinggalkan Balasan