Orang2 yang mengikuti Mazhab Syafi’ie bangga dan tidak marah jika disebut mereka pengikut Syafi’ie. Pengikut Imam Malik juga bangga dan tidak marah jika disebut Maliki. Begitu pula pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, bangga dan tidak marah jika disebut sbg Hanbali.
Kenapa? Karena alhamdulillah tidak ada cela pada paham yang mereka ikuti. Sehingga mereka bangga disebut sbg Syafi’ie, Maliki, Hanbali, dsb.
Ada pun pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Najd tahun 1703 Masehi malu dan marah disebut sebagai Wahhabi. Berbagai dalih mereka ajukan.
Kok dinamakan Wahhabi? Wahhab itu kan nama bapaknya Muhammad bin Abdul Wahhab. Harusnya Muhammadi, dalih mereka. Padahal penamaan itu benar saja. Buktinya pengikut Ahmad bin Hanbal dinamakan Hanbali. Bukan Ahmadi.
Mereka malu dan marah disebut Wahhabi seolah2 Wahhabi itu kata yang memalukan atau menjijikan. Padahal bisa jadi itu karena paham itu sendiri atau ulah mereka sendiri.
William Shakespeare berkata: “A rose by any other name would smell as sweet”. Mawar itu disebut dengan nama apa pun pasti tetap akan harum baunya.
Nah sesuatu yang busuk pun begitu. Dirubah dengan nama apa pun akan tetap busuk baunya.
Kaum Wahabi pertama kali menamakan kelompok mereka sebagai “Al Muwwahidun” (Orang2 yang bertauhid). Setelah “Al Muwwahidun” dijauhi orang karena busuk, mereka berganti nama jadi Salafi. Saat orang2 menjauh, mereka ganti nama lagi jadi “Ahlus Sunnah”. Kadang mereka namakan diri mereka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Namun para Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) asli tetap menamakan mereka sebagai Wahhabi. Ini contohnya:
http://www.habibrizieq.com/2015/03/syiah-vs-wahabi.html
Kitab Pertama Ulama Indonesia yang Mengkritik Wahabi
Kitab berjudul “An-Nushush al-Isamiyyah fi Radd al-Wahhabiyyah” karya salah seorang ulama Indonesia asal Gresik, Syekh Faqih Abdul Jabbar, dianggap sebagai karangan berbahasa Arab pertama yang membantah paham Islam anti-madzhab seperti Wahabi.
“Ini kitab pertama ulama Indonesia berbahasa Arab yg mengkritik aliran Wahabi, terbit pada tahun 1922, sebelum lahirnya NU,” ujar Ketua Aswaja NU Center Jombang Ustadz Yusuf Suharto, Kamis (19/02), dalam Pembekalan Aswaja yang diselenggarakan MWCNU Mojowarno, Jombang, Jawa Timur.
Selain kitab tersebut, di Tanah Air karangan berbahasa Arab generasi awal yang juga mengkritik Wahabi adalah Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah karya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Syarah al-Kawakib al-Lama’ah karya Syekh Abi Fadhl Senori (Mbah Fadhol). Keduanya berisi penjelasan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).
Yusuf mengingatkan, kitab ini karangan Kiai Faqih mengingatkan dua aliran yang tidak sesuai dengan Aswaja, yakni Hasyawiyah dan Mu’tazilah.
“Hasyawiyah adalah aliran yang berpegangan dengan dhahir (bentuk luar)-nya teks, walaupun itu bertentangan dengan akal. Misalnya ayat yang jika dibiarkan apa adanya akan mengarah pada pemaknaan tajsim (menyifatkan wujud jasmani) kepada Allah. Sisi lain, mu’tazilah yang bertindak sebaliknya, mengunggulkan akal di atas nash,” urainya.
Adapun Aswaja, lanjut Yusuf, mengaplikasikan syara’ dan akal secara bersama dan proporsional. Menurutnya, paham tekstualis (hasyawiyah) ini bisa mengarah kepada mudahnya seseorang mengeluarkan vonis bid’ahkan atau kafir kepada aliran lain yang tidak sepaham. Baginya, ini bencana ilmiah, seperti terlihat pada kelompok ISIS yang memahami teks suci secara sepotong-potong.
Mewaspadai Aliran Salafi, Wahabi, Dan Hizbut Tahrir
Judul: Benteng Ahlussunnah Wal Jama’ah (Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir Dan LDII)
Penulis : Nur Hidayat Muhammad
Pengantar: Shofiyullah Mukhlas Lc., M.A.
Penerbit: Nasyrul Ilmi, Kediri
Cetakan: I, April 2012
Tebal: xvi + 288 hlm.
Peresensi: Ach. Tirmidzi Munahwan
Akhir-akhir ini yang menjadi tantangan bagi warga NU adalah maraknya aliran-aliran baru yang menyimpang dari ajaran ahlussunnah wal jama’ah. Aliran-aliran tersebut seperti, Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA), Syi’ah, Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Salafi Wahabi, dan Hizbut Tahrir (HTI). Dari beberapa kelompak dan aliran ini, ajaran amaliahnya jauh berbeda dengan apa yang selama ini menjadi tradisi di kalangan warga nahdliyin. Bahkan mereka memvonis akidah amaliah warga NU seperti, tahlilan, yasinan, shalawatan, adalah perbuatan bid’ah, dan diharamkan melakukannya.
Melalui buku “Benteng Ahlusunnah Wal Jama’ah”, Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, LDII, dan Hizbut Tahrir yang ditulis oleh Nur Hidayat Muhammad ini, kita bisa mengenali seperti apa kondisi aliran tersebut yang saat ini telah berkembang besar di Indonesia, baik dari segi proses kelahirannya maupun sikap mereka terhadap para ulama. Kita tahu gerakan-gerakan mereka hanya berbekal dalil sekenanya saja, mereka mengklaim telah memahami ajaran Rasulullah dengan semurni-murninya, padahal dalilnya adalah palsu dan tidak rasional. Mereka sebenarnya tidak memahami isi al-Qur’an dan hadits, apalagi hingga menafsirkannya.
Munculnya beberapa aliran seperti, Salafi Wahabi dan Hizbut Tahrir di Indonesia bukanlah mendamaikan umat Islam justru perpecahan yang terjadi dikalangan umat Islam. Islam melarang melakukan perbuatan kekerasan dan perpecahan, Islam adalah agama yang ramah, santun, yang menjunjung perdamaian, persaudaraan antar sesama. Salafi Wahabi adalah kelompok yang mengusung misi modernisasi agama dan perintisnya adalah Muhammad bin Abdil Wahhab di Nejd. Beliau adalah pengikut madzhab Imam Ahmad, akan tetapi dalam berakidah beliau mengikuti Ibnu Taimiyah.
Ajaran Salafi Wahabi adalah, mengkafirkan sufi Ibnu Arabi, Abu Yazid al-Bustani. Mudah mengkafirkan muslim lain. Memvonis sesat kitab “Aqidatul Awam, dan Qashidah Burdah. Mengkafirkan dan menganggap sesat pengikut Mazdhab Asy’ari dan Maturidiyyah. Merubah beberapa bab kitab-kitab ulama klasik, seperti kitab al-Adzkar an-Nawawi. Mereka menolak perayaan Maulid Nabi Muhammad karena menganggap acara tersebut sebagai acara bid’ah, dan perbuatan bid’ah menurut mereka adalah sesat semuanya. mereka menilai acara yasinan tahlilan adalah ritual bi’ah, padahal kedua amalan tersebut tidak bisa dikatakan melanggar syari’at, karena secara umum bacaan dalam susunan tahlil ada dalil-dalilnya baik dari al-Qur’an dan al-Hadits seperti yang sudah disampaikan oleh para ulama-ulama terdahulu. Dan mereka menolak kitab “Ihya’ Ulumuddin” karya Imam al-Ghazali (hal.24-25).
Aliran dan gerakan yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia, adalah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir sebetulnya adalah nama gerakan atau harakah Islamiyyah di Palestina dan bukan sebuah aliran, atau lembaga strudi ilmiyah, atau lembaga sosial. Mereka hanyalah organisasi politik yang berideologi Islam dan berjuang untuk membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan, membebaskan umat dari ide-ide dan undang-undang kufur, membebaskan mereka dari cengkeraman-cengkeraman dominasi negara-negara kafir dan mendirikan kembali sistem khilafah dan menegakkan hukum Allah dalam realita kehidupan.
Gerakan yang muncul pertama kali di Quds Palestina ini, selain mengusung konsep khilafah kubra, juga menolak sistem pemerintahan demokrasi yang dianut sebagian besar negara di dunia. Tujuan besar mereka adalah memulai kehidupan Islami dengan cara menancapkan tonggak-tonggak Islam di bumi Arab baru kemudian merambah khilafah Islamiyah (hal.33).
Adapun konsep mazdhab Hizbut Tahrir adalah, ingkar akan kebenaran dan adzab kubur. Membolehkan mencium wanita bukan istri baik dengan syahwat atau tidak. Tidak percaya akan munculnya Dajjal diakhir zaman. Hadits ahad tidak boleh dijadikan dalil dalam akidah. Dan membolehkan negara Islam menyerahkan pajak kepada negara kafir.
Dengan membaca buku ini anda akan diajak untuk mengenali beberapa aliran yang ada di Indonesia serta aspek-aspek kesesatannya yang telah menyimpang dari ajaran ahlussunnah wal jama’ah. Buku ini terdiri dari tiga bab pertama, menjelaskan aliran-aliran yang berkembang di Indonesia seperti, Ahmadiyah, LDII, MTA, Ingkar Sunnah, Salafi Wahabi, Syi’ah, HTI, Muhammadiyyah, dan Ahlusunnah Wajjama’ah. Kedua, membantah tuduhan wahabi dan MTA. Ketiga, tanya jawab seputar tarekat sufi, sebagai penegas amaliah tarekat sufi yang tidak bertentangan dengan syari’at. Buku ini diharapkan sebagai benteng warga NU dari serangan aliran-aliran dan faham yang saat ini marak dan berbeda dengan mayoritas umat Islam pada umumnya.
* Dosen Sekolah Tinggi Islam Blambangan (STIB) Banyuwangi
Nama Tokoh Ulama Wahabi Salafi
http://www.alkhoirot.net/2011/12/nama-ulama-wahabi-salafi.html
Titik Temu Wahabi-NU
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/15/02/14/njr2la-titik-temu-wahabinu
Tanggapan atas Tulisan KH Ali Mustafa Yaqub soal Wahabi-NU
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,57680-lang,id-c,kolom-t,Tanggapan+atas+Tulisan+KH+Ali+Mustafa+Yaqub+soal+Wahabi+NU-.phpx
Filed under: Wahabi |
Tinggalkan Balasan